Kasus Jaksa Pinangki, Lagu Lama Kongkalikong Aparat-Penjahat

Tirto - Kasus dugaan penerimaan
suap dan gratifikasi di lingkaran Jaksa non-aktif Pinangki Sirna
Malasari semakin panas. Kasus yang melibatkan terpidana korupsi cessie
Bank Bali Djoko Tjandra itu menyeret tidak hanya jaksa Pinangki, tetapi
sampai ke politikus dan advokat.
Kasus Pinangki terkuak setelah para aparat penegak hukum mulai mengejar
buronan Djoko Tjandra yang berhasil mengajukan permohonan peninjauan
kembali ke Indonesia tanpa diketahui.
Pada periode Juli 2020, beredar foto pertemuan antara jaksa dengan Djoko
Tjandra. Jaksa tersebut diduga adalah Pinangki yang pada saat itu
diketahui menjabat sebagai Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II
pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan.
Dalam pertemuan tersebut, Pinangki terlihat bersama Anita Kolopaking,
pengacara Djoko Tjandra dan orang yang diduga sebagai Djoko Tjandra.
Selain Pinangki, ada pula Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan Nanang
Supriatna.
Kejaksaan Agung
kemudian bereaksi. Mereka langsung memeriksa Pinangki dan Nanang secara
etik.
Pihak Kejaksaan Agung mengambil alih berkas pemeriksaan etik Nanang dari
Kejaksaan Tinggi Jakarta dan langsung memeriksa etik Pinangki.
Berdasarkan hasil pemeriksaan, Kejaksaan Agung menemukan indikasi
Pinangki melanggar etik dengan bertemu Anita dan pria yang disebut
sebagai Djoko Tjandra.
“Ternyata telah ditemukan adanya bukti permulaan pelanggaran disiplin
oleh terlapor Pinangki Sirna Malasari. Sehingga ditingkatkan
pemeriksaannya menjadi inspeksi kasus,†kata Kepala Pusat Penerangan dan
Hukum Kejaksaan Agung Hari Setiyono, Rabu (29/8/2020).
Kala itu, Pinangki diduga melanggar etik dengan melakukan perjalanan ke
luar negeri sebanyak 9 kali dalam tahun 2019. Ia pun dinyatakan bertemu
dengan Djoko Tjandra.
Aktivis antikorupsi
Bonyamin Saiman tidak puas. Pria yang merupakan Koordinator Masyarakat
Antikorupsi (MAKI) itu membawa dokumen penerbangan Pinangki dan Anita ke
Kualalumpur pada tanggal 30 Agustus 2020. Kala itu, Bonyamin
menegaskan, “kami meminta Komisi Kejaksaan untuk membuat rekomendasi
pemecatan dengan tidak hormat dari PNS terhadap Pinangki apabila
terbukti dugaan pertemuan Pinangki dengan Djoko Tjandraâ€.
Menkopolhukam Mahfud MD justru berbicara lebih jauh. Dalam tayangan
Kompas TV pada 30 Agustus 2020, Mahfud memang mengapresiasi langkah
Kejaksaan Agung yang mencopot Pinangki, tetapi ia meminta agar Pinangki
diproses secara pidana,â€Itu harus segera diselidiki proses pidananya
karena itu telanjang sekali ada permainan hukum pidana di sini,†kata
Mahfud.
Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan pun langsung menyerahkan berkas etik
Pinangki ke Direktorat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus pada Senin,
10 Agustus 2020. Pinangki resmi diumumkan sebagai tersangka pada Rabu
(12/10/2020).
Ia disangka melanggar
pasal 5 ayat 2 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam pengumuman
pada hari itu, Hari menyatakan, “diduga ada peran PSM untuk
mengondisikan dan mengatur upaya hukum tersebut, bahkan tersangka PSM
melakukan pertemuan dengan terpidana Djoko Soegiarto Tjandra di Malaysia
bersama-sama dengan Anita Kolopaking".
Pinangki Diperlakukan Istimewa
Usai mendapat tekanan
publik, Pinangki baru muncul setelah berminggu-minggu kasus Djoko
Tjandra ramai. Padahal nama Pinangki sudah santer disebut terlibat dalam
pemufakatan untuk lancarkan urusan Djoko Tjandra. Ada isu mencuat
Pinangki yang merupakan anggota Bhayangkari jadi alasan ia diperlakukan
istimewa.
Terlepas dari proses penyidikan yang lelet terhadap Pinangki, penetapan
Pinangki sebagai tersangka korupsi pun menimbulkan drama tersendiri.
Dalam konferensi pers pengumuman status tersangka dan penahanan Pinangki
Rabu (12/8/2020), Pinangki diduga menerima uang sebesar 500 ribu dollar
AS atau setara dengan Rp7,3 miliar (kurs Rp14.633) dalam pengondisian
keberhasilan PK terpidana Djoko Tjandra.
Namun, kasus semakin melebar setelah penyidik menemukan dugaan bahwa
keterlibatan Pinangki dalam rangka menunda eksekusi putusan pidana Djoko
Tjandra. Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus
Febrie Ardiansyah, dalam keterangan kepada wartawan pada Kamis
(28/8/2020).
Febrie menuturkan kalau
Pinangki diduga berperan untuk meminta fatwa ke Mahkamah Agung untuk
menunda eksekusi perkara Djoko Tjandra.
"Ini kan antara pembicaraan Pinangki dan Djoko Tjandra bahwa ini akan
diurus fatwanya yang isinya supaya nanti tidak dieksekusi ternyata ada
pemberian janji dan uang. Sebagai jaksa kan, bertentangan dengan
statusnya," kata Febrie.
Saat ini, penyidik menduga, konstruksi kasus Pinangki adalah berawal
dari pengurusan fatwa ke Mahkamah Agung. Kemudian, Djoko Tjandra
memutuskan mundur setelah melihat kejanggalan dalam upaya pengurusan
fatwa di MA. Djoko Tjandra lantas menggunakan advokat Anita Kolopaking
untuk mengurus peninjauan kembali di MA.
“Prosesnya Pinangki itu jualannya fatwa, Anita masuk sendiri menawarkan
PK, berjalan lah proses itu,†kata Febrie, Kamis (3/9/2020).
Harta Kekayaan Disita
Selain masalah fee,
penyidikan kasus Pinangki mulai mengarah pada pencucian uang. Penyidik
menyita mobil BMW milik Pinangki kemudian menggeledah 4 tempat untuk
mencari bukti pencucian uang. Keempat tempat terdiri atas dua apartemen
di daerah Sentul, Bogor dan Jakarta, termasuk dealer mobil.
"Kenapa dilakukan penggeledahan? Ini terkait sangkaan TPPU terhadap
Jaksa Pinangki,†kata Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Pidana
Khusus Kejaksaan Agung Febrie Adriansyah di Gedung Bundar Jampidsus,
Jakarta, Selasa.
Dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) Pinangki pada
31 Maret 2019, keberadaan apartemen dan mobil BMW Pinangki memang belum
dilaporkan. Sebagai catatan, laporan pada tanggal 31 Maret 2019 atau
laporan periodik 2018 itu, total harta Pinangki mencapai
Rp6.838.500.000.
Apabila dirinci, data harta tanah dan bangunan Pinangki mencapai
Rp6.008.500.000 yang terdiri atas tanah dan bangunan seluas 364 meter
persegi/234 meter persegi di Bogor dengan nilai Rp4 miliar; tanah dan
bangunan di Jakarta Barat seluas 500 meter persegi/360 meter persegi
dengan nilai Rp1,258 miliar; serta tanah dan bangunan seluas 120 meter
persegi/72 meter persegi di Kota Bogor senilai Rp750 juta.
Kemudian, harta
bergerak yang dimiliki Pinangki ada tiga, yakni satu mobil Nissan Teana
(2010) seharga Rp120 juta, satu mobil Toyota Alphard (2014) senilai
Rp450 juta; dan satu mobil Daihatsu Xenia (2013) seharga Rp60 juta.
Apabila dikomparasikan dengan pelaporan harta di tahun 2009, harta tidak
bergerak Pinangki yang bertambah adalah bangunan seluas 120 meter
persegi/72 meter persegi di Kota Bogor.
Sementara itu, Pinangki yang melapor kala itu sebagai jaksa seksi tindak
pidana khusus Kejaksaan Negeri Cibinong hanya memiliki mobil Nissan
X-Trail (2003) seharga Rp175 juta, mobil Honda Civic (2007) senilai
Rp275 juta; dan motor Honda Supra (2006) senilai Rp10 juta.
Febrie, dalam wawancara kepada wartawan, Kamis (3/9/2020) menyatakan
kalau Pinangki mendapat banyak barang selain mobil. “Nanti sidang pasti
dibuka,†kata Febrie.
Ada Tersangka Lain, Selain Pinangki
berkaitan dengan
Pinangki dalam kasus ini. Penyidik menetapkan dua tersangka baru dalam
kasus Pinangki, yakni Djoko Tjandra dan Andi Irfan.
Djoko Tjandra ditetapkan sebagai tersangka dengan sangkaan pemberi uang
suap kepada Pinangki. Sementara itu, Irfan ditetapkan sebagai tersangka
karena diduga sebagai perantara dalam pusaran korupsi Pinangki.
"Dugaannya sementara ini tidak langsung kepada oknum jaksa tetapi diduga
melalui tersangka yang baru ini," kata Hari, Rabu (2/9/2020)
sebagaimana disiarkan Youtube Kejaksaan RI.
Penyidik juga mulai menyasar kepada Anita Kolopaking, kuasa hukum Djoko
Tjandra dalam perkara peninjauan kembali. Sebab, penyidik menduga Anita
ikut menerima uang dari pengurusan fatwa. “Sementara ini dia menerima
sebesar 50 ribu US dollar, 500 juta kalau dirupiahkan,†kata Febrie.
Meski mulai menjerat
pelaku yang berperan dalam kasus korupsi Pinangki, penyidik terancam
menemukan sejumlah hambatan dalam mengungkap kasus lebih luas. Jaksa
Agung Muda Tindak Pidana Khusus Ali Mukartono menyebut kalau penghubung
antara Pinangki dengan Djoko Tjandra dikabarkan meninggal dunia.
"(Penghubung) ini baru saya selidiki, karena ada indikasi yang
bersangkutan meninggal. Baru saya pastikan benar meninggal atau tidak,"
kata Ali Mukartono di Gedung Bundar, Kamis (3/9/2020).
Febrie pun menerangkan, kabar meninggalnya penghubung Djoko Tjandra yang
bernama Hariyadi masih didalami penyidik. Hariyadi sendiri belum pernah
diperiksa penyidik Kejaksaan Agung. Sebab, informasi penghubung
meninggal dilontarkan langsung Djoko Tjandra.
Rangkaian kasus Pinangki justru membuat Bonyamin semakin yakin agar
kasus Pinangki ditangani KPK. Kepada reporter Tirto, Jumat (4/9/2020),
Bonyamin melihat isu meninggal Hariyadi hingga pelimpahan berkas
dilakukan secara buru-buru setelah diketahui tidak ada surat permintaan
supervisi kepada KPK dalam kasus Pinangki.
“Proses yang buru-buru
dilempar ke jaksa penuntut karena menghindari penyidik KPK,†kata
Bonyamin. Ia mengatakan, Mahfud sebenarnya sudah sepakat agar kasus
Pinangki disupervisi, tetapi Kejaksaan Agung justru langsung melemparkan
berkas Pinangki ke penuntut umum sementara kasus TPPU Pinangki dan
pihak pemberi maupun penerima dalam kasus fatwa belum jelas.
“Itu artinya memang tidak patuh terhadap perintahnya Pak Mahfud, artinya
ada dugaan ada yang dilindungi dan ditutupi,†tandas Bonyamin.